Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas sapi berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging sapi yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sapi sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging sapi yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas sapi dan dari seluruh karkas sapi tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas sapi dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong.

Karkas sapi dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas sapi dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas sapi harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas sapi dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

Daging sapi dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging sapi kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas sapi tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%).

Persentase recahan karkas sapi dihitung sebagai berikut:

Persentase recahan karkas sapi = Jumlah berat recahan / berat karkas sapi x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas sapi adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang gemuk, persentase karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok. Ternak yang langsing, badan panjang, leher panjang dan berbentuk segitiga seperti sapi perah, persentase karkasnya rendah.

Faktor lain yang mempengaruhi persentase karkas sapi adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah. Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase karkas sapi.

Kualitas karkas sapi dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging sapi antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.

Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness). Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH daging, ikut menentukan kualitas daging.

Pada prinsipnya, jumlah daging yang dihasilkan adalah proporsional secara langsung terhadap berat karkas sapi dan berbalikan secara proporsional terhadap jumlah lemak karkas. Jadi penilaian karkas sapi dapat didasarkan atas berat karkas sapi dan tingkat perlemakan. Meskipun demikian, karena lemak tidak selalu terdistribusi secara merata, maka estimasi nilai-nilai karkas (kualitas hasil) masih menghadapi problem yang komples.